Lebih dari empat dekade yang lalu, filsuf Prancis Gilles Deleuze berpendapat bahwa seni sejati tidak terpisahkan dari perjuangan fisik dan emosional manusia yang menghadapi kekacauan.
Menurutnya, apa yang memunculkan ekspresi seni yang tulus dimulai dari pengalaman langsung seniman terhadap ketidakpastian—sesuatu yang tidak dapat direplikasi oleh algoritma.
"Jika seseorang mengabdikan seluruh hidupnya untuk melukis dan melawan klise, itu bukanlah latihan di kelas," kata Deleuze dalam terjemahan kasar catatan kuliahnya tahun 1981. "Apa yang penting adalah tindakan perjuangan, penolakan klise, penciptaan sesuatu."
Hari ini, peringatan Deleuze terasa lebih relevan dari sebelumnya, saat seni yang dihasilkan oleh AI—seringkali penuh dengan pola-pola yang familiar—menghujani platform online. Didukung oleh algoritma canggih, alat-alat AI kini dapat menciptakan gambar, musik, dan bahkan tulisan dengan input manusia yang minimal berdasarkan hanya sebuah petunjuk sederhana.
🔹 AI Dalam Sorotan: Hak Cipta dan Jiwa Kreativitas
Kontroversi seputar AI terus berkembang. Baru-baru ini, YouTuber MrBeast menghapus alat thumbnail yang dihasilkan oleh AI setelah mendapat reaksi negatif terkait hak seniman. Pada bulan Mei, Elton John mengkritik proposal hak cipta AI pemerintah Inggris sebagai "sangat mengganggu" bagi para kreator.
Raksasa teknologi seperti Meta, OpenAI, dan Anthropic menghadapi gugatan terkait lirik yang dihasilkan AI, pelatihan pada buku yang dilindungi hak cipta, dan pertanyaan lebih luas tentang apakah pelatihan AI memenuhi syarat sebagai "penggunaan yang wajar."
🔹 Batas Kecerdasan Buatan: Secara Fundamental Manusia
Max Li, pendiri dan CEO platform AI terdesentralisasi OORT, menyatakan bahwa kemampuan AI tetap secara fundamental terbatas oleh asal-usul manusia mereka. Bahkan model yang paling canggih sekalipun masih dibatasi oleh arsitektur, dataset, dan tujuan yang awalnya ditentukan oleh manusia.
"AI mungkin meniru pola berpikir atau perilaku," jelas Li, "tetapi ia tidak memiliki dasar kognitif internal atau pemahaman yang muncul." Sementara perilaku AI mungkin terkadang tampak mengejutkan, "pada akhirnya itu dibatasi oleh pengetahuan dan logika yang telah kita berikan kepadanya," tambahnya.
🔹 Deleuze Benar: Seni Lahir dari Perjuangan, Bukan Perhitungan
Deleuze melihat kreativitas sebagai tindakan eksplorasi—sebuah respons fisik dan emosional terhadap yang tidak diketahui. “Pelukis adalah sebuah mata, sebuah tangan, sebuah sistem saraf yang mencari, mencoba semua kombinasi, berharap sesuatu muncul,” katanya suatu ketika.
Ketika seorang pelukis terus-menerus melawan klise dan pengulangan, setiap goresan kuas membawa emosi, keraguan, dan pengalaman yang dialami. Tidak ada AI yang dapat melalui proses itu—dan itulah sebabnya ia tidak dapat menciptakan seni yang sebanding dengan ekspresi manusia yang sejati.
🔹 AI sebagai Alat, Bukan Pengganti
Profesor filsafat Virgilio Rivas mengungkapkan pandangan serupa, mencatat bahwa kreativitas saja tidak cukup tanpa konteks manusia. Meskipun AI mungkin digunakan untuk "mengembalikan dan menciptakan kembali ingatan manusia," ia tidak pernah benar-benar bisa menggantikannya.
Sementara AI mungkin membantu manusia memperluas batasan apa yang dapat dipahami atau divisualisasikan, ia tidak akan pernah memiliki pengalaman yang diperlukan untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar baru dan bermakna.
🌍 Ringkasan:
Seiring dengan dominasi kecerdasan buatan dalam ruang seni digital, para filsuf dan teknolog mengingatkan kita: kreativitas sejati tidak muncul dari data tetapi dari kekacauan, keraguan, dan kebutuhan manusia yang mendalam untuk berekspresi.
Tetap selangkah lebih maju – ikuti profil kami dan tetap mendapatkan informasi tentang segala hal penting di dunia cryptocurrency!
Pemberitahuan:
,,Informasi dan pandangan yang disajikan dalam artikel ini hanya dimaksudkan untuk tujuan pendidikan dan tidak boleh dianggap sebagai nasihat investasi dalam situasi apapun. Konten halaman ini tidak boleh dianggap sebagai nasihat keuangan, investasi, atau bentuk nasihat lainnya. Kami memperingatkan bahwa berinvestasi dalam cryptocurrency dapat berisiko dan dapat mengakibatkan kerugian finansial.”
This page may contain third-party content, which is provided for information purposes only (not representations/warranties) and should not be considered as an endorsement of its views by Gate, nor as financial or professional advice. See Disclaimer for details.
Mengapa Kreativitas Sejati Masih Membutuhkan Kekacauan dan Sentuhan Manusia – Bahkan di Era AI
Lebih dari empat dekade yang lalu, filsuf Prancis Gilles Deleuze berpendapat bahwa seni sejati tidak terpisahkan dari perjuangan fisik dan emosional manusia yang menghadapi kekacauan. Menurutnya, apa yang memunculkan ekspresi seni yang tulus dimulai dari pengalaman langsung seniman terhadap ketidakpastian—sesuatu yang tidak dapat direplikasi oleh algoritma. "Jika seseorang mengabdikan seluruh hidupnya untuk melukis dan melawan klise, itu bukanlah latihan di kelas," kata Deleuze dalam terjemahan kasar catatan kuliahnya tahun 1981. "Apa yang penting adalah tindakan perjuangan, penolakan klise, penciptaan sesuatu." Hari ini, peringatan Deleuze terasa lebih relevan dari sebelumnya, saat seni yang dihasilkan oleh AI—seringkali penuh dengan pola-pola yang familiar—menghujani platform online. Didukung oleh algoritma canggih, alat-alat AI kini dapat menciptakan gambar, musik, dan bahkan tulisan dengan input manusia yang minimal berdasarkan hanya sebuah petunjuk sederhana.
🔹 AI Dalam Sorotan: Hak Cipta dan Jiwa Kreativitas Kontroversi seputar AI terus berkembang. Baru-baru ini, YouTuber MrBeast menghapus alat thumbnail yang dihasilkan oleh AI setelah mendapat reaksi negatif terkait hak seniman. Pada bulan Mei, Elton John mengkritik proposal hak cipta AI pemerintah Inggris sebagai "sangat mengganggu" bagi para kreator. Raksasa teknologi seperti Meta, OpenAI, dan Anthropic menghadapi gugatan terkait lirik yang dihasilkan AI, pelatihan pada buku yang dilindungi hak cipta, dan pertanyaan lebih luas tentang apakah pelatihan AI memenuhi syarat sebagai "penggunaan yang wajar."
🔹 Batas Kecerdasan Buatan: Secara Fundamental Manusia
Max Li, pendiri dan CEO platform AI terdesentralisasi OORT, menyatakan bahwa kemampuan AI tetap secara fundamental terbatas oleh asal-usul manusia mereka. Bahkan model yang paling canggih sekalipun masih dibatasi oleh arsitektur, dataset, dan tujuan yang awalnya ditentukan oleh manusia. "AI mungkin meniru pola berpikir atau perilaku," jelas Li, "tetapi ia tidak memiliki dasar kognitif internal atau pemahaman yang muncul." Sementara perilaku AI mungkin terkadang tampak mengejutkan, "pada akhirnya itu dibatasi oleh pengetahuan dan logika yang telah kita berikan kepadanya," tambahnya.
🔹 Deleuze Benar: Seni Lahir dari Perjuangan, Bukan Perhitungan Deleuze melihat kreativitas sebagai tindakan eksplorasi—sebuah respons fisik dan emosional terhadap yang tidak diketahui. “Pelukis adalah sebuah mata, sebuah tangan, sebuah sistem saraf yang mencari, mencoba semua kombinasi, berharap sesuatu muncul,” katanya suatu ketika. Ketika seorang pelukis terus-menerus melawan klise dan pengulangan, setiap goresan kuas membawa emosi, keraguan, dan pengalaman yang dialami. Tidak ada AI yang dapat melalui proses itu—dan itulah sebabnya ia tidak dapat menciptakan seni yang sebanding dengan ekspresi manusia yang sejati.
🔹 AI sebagai Alat, Bukan Pengganti
Profesor filsafat Virgilio Rivas mengungkapkan pandangan serupa, mencatat bahwa kreativitas saja tidak cukup tanpa konteks manusia. Meskipun AI mungkin digunakan untuk "mengembalikan dan menciptakan kembali ingatan manusia," ia tidak pernah benar-benar bisa menggantikannya. Sementara AI mungkin membantu manusia memperluas batasan apa yang dapat dipahami atau divisualisasikan, ia tidak akan pernah memiliki pengalaman yang diperlukan untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar baru dan bermakna.
🌍 Ringkasan: Seiring dengan dominasi kecerdasan buatan dalam ruang seni digital, para filsuf dan teknolog mengingatkan kita: kreativitas sejati tidak muncul dari data tetapi dari kekacauan, keraguan, dan kebutuhan manusia yang mendalam untuk berekspresi.
#AI , #Kecerdasan Buatan , #OpenAI , #berita dunia , #Teknologi
Tetap selangkah lebih maju – ikuti profil kami dan tetap mendapatkan informasi tentang segala hal penting di dunia cryptocurrency! Pemberitahuan: ,,Informasi dan pandangan yang disajikan dalam artikel ini hanya dimaksudkan untuk tujuan pendidikan dan tidak boleh dianggap sebagai nasihat investasi dalam situasi apapun. Konten halaman ini tidak boleh dianggap sebagai nasihat keuangan, investasi, atau bentuk nasihat lainnya. Kami memperingatkan bahwa berinvestasi dalam cryptocurrency dapat berisiko dan dapat mengakibatkan kerugian finansial.”